Header Ads

Sejarah desa Muntur Legenda Losarang 1



         Kata Muntur diambil dari perkataan Gumuruh Gumuntur bocah Santing kegunturan, yang artinya suaranya lepas sampai kedengaran ketempat yang lebih jauh, seperti suara GUNTUR
terdengar kemana – mana. Menurut catatan di Santing, kampung Santing dibuka dan dibabad, sama dengan dibukanya kampung Sarang pada Rebo Wage, oleh Pangeran Dawala Brata asal dari utusan Cirebon. Anaknya berguru ke Buyut Gentong yang bernama Mastraputra yang beristri Nyi Karni atau Nyi senti Ronggeng asal dari Pajajaran.


         Dalam perkawinannya Nyi Karni tidak disetujui oleh mertuanya, karena masih beragama Hindu, setelah masuk Islam Nyi Karni tetap tidak diakui dan akhirnya Nyi Karni menyingkir ke Cilet , karena masih terasa diasingkan oleh mertuanya. Nyi Karni untuk menebus ini dia bertapa brata di kampung Karanganyar sampai kepada meninggalnya. Tempat bertapanya di Karanganyar sekarang disebut Buyut Renggong, yaitu waktu bertobat kepada Tuhan.


        Nyi Karni telah masuk Islam dan berbuat kebagusan terkabul, walaupun mertuanya tidak menghiraukan. Menurut catatan masyarakat di Karanganyar waktu Buyut Ronggeng melaksanakan keprihatinan bathin karena berusaha ingin diakui mertuanya, dalam berbuat kebagusan pernah mengucapkan: “BESUK BILA BUYUT RONGGENG ADA YANG MEMBANGUN ORANG MUNTUR BAKAL MENGALAMI ZAMAN KESUBURAN”. Dalam Lontar dikatakan bahwa kampung Santing lebih tua dari kampung Muntur dalam Candra Desa dikatakan sebagai berikut:


Bubare sing penganjunan
Karangsinom let sewengi
Bocah santing kegunturan
Losarang caket margi
Karimun gudang nanjung
Karanganduk bangler margi
Miwah puntang jangga
Karangmalang sabrangan aris
Karangkletak rancagunda
Ke depok – depok


        Jelas dalam lontar dikatakan disini kata Muntur dari kalimat “bocah santing kegunturan” akibat kekejaman seorang jagoan, sampai suaranya gumuruh gumuntur kedengaran dan menjadi terkenal kemana – mana.


        Didekat Buyut Gentong terdapat kuburan Demang Margadipura, pejabat zaman Belanda di Losarang. Ditanah Buyut Gentong dahulunya dijaga oleh Kaki dan Nini Rati yang berasal dari Trusmi. Buyut Gentong pernah terbakar tahun 1959 waktu zaman D.I. yang mengakibatkan gentong goci aslinya hilang, menurut cerita gentong itu mungkin dibawa ke Cirebon.


        Kejadian lain tahun 1948 Kyai Zanawi pernah naik pohon asam yang berada sampai ke puncak, karena tempat persinggahan burung blekok, bermaksud mengambil todurnya, Kyai Zanawi bisa naik tak bisa turun, dia bisa turun dengan bantuan orang lain. Pohon asem di Ki Buyut Gentong sudah berumur dari 400 tahun. Disebelah utara Santing terdapat Buyut Mulus, yaitu yang selamat didaerah ini dan menutup karena ingin menolong masyarakat, yaitu haji yang berasal dari Kerawang.


        Pembantu Ki Wanakerti atau Buyut Gentong adalah Buyut Singkil, Buyut Selakuning, Ki Godong Tulus dan putranya Nyi Gandasari yang berada didaerah Ranjong yang waktu itu masih menjadi daerah Sarang.

        Didaerah ini mengalir Kali Santing terus tembus ke Kali Cilet (Ciheulout) di kampung Karanganyar. Sehingga desa ini aslinya ialah kampung Santing, yang sekarang balai – balai musyawarah desanya masih terpelihara utuh dengan tongtongnya. Bahkan tongtong wasiatnya tidak boleh dibunyikan karena pemerintahan desa sudah pindah ke Muntur. Dan bila tongtong ini masih dibunyikan, akan mengakibatkan kepada siapa saja yang mendengarnya masyarakat akan dihinggapi penyakit gemetar ketakutan.


         Masjid asli desa Santing tempatnya tetap, memolo atau kubah aslinya masih ada, yang dibuat dari tanah liat, buatannya masih berbau pengaruh corak Agama Hindu dengan bentuk segi empat. Kubah ini suka berbunyi kalau akan terjadi bencana baru bagi masyarakat Santing.


Sumber :
1. Cerita tokoh masyarakat setempat
2. http://melyahdwilestari.blogspot.com
3.http://www.indramayutradisi.com
3. Foto : Karang taruna desa Muntur

No comments